Sunday, December 11, 2011

Sepenggal Cerita dari Liponsos Keputih

Opini ini saya tulis berdasarkan pengalaman saya saat mengikuti kuliah di luar kampus pada mata kuliah Keterampilan Interpersonal. Saya dan teman-teman saya yang lain berkesempatan untuk mengunjungi Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) yang terletak tidak jauh dari kampus ITS yaitu di jalan keputih tegal no. 32. Liponsos ini adalah tempat penampungan para gelandangan, pengemis, orang-orang terlantar dan anak jalanan yang merupakan hasil dari penertiban polisi pamong praja. Liponsos ini dikelola oleh Dinas Sosial Kota Surabaya. Liponsos ini bertujuan untuk menampung para gelandangan, pengemis dan orang-orang terlantar untuk diberi bekal berupa pengarahan dan keterampilan untuk siap terjun kembali ke masyarakat dan bukan lagi menjadi penghuni jalanan. Selain itu ada juga pemulihan kembali dari gangguan jiwa untuk para penghuni yang ditangkap dalam keadaan stress atau gila.

Saya sangat miris melihat keadaan liponsos ini. Menurut sambutan pengelola Liponsos Keputih ini, jumlah orang yang ditampung di sana sudah melebihi batas. Ada 960 orang yang menghuni liponsos ini. Bayangkan saja bagaimana mereka hidup dengan layak sedangkan mereka harus berbagi alas tidur dengan orang banyak. Bagaimana mereka tidak merasa tertekan sedangkan ruang gerak mereka sangat dibatasi di sana. Kebetulan saya diberi kesempatan untuk mengenal lebih jauh salah satu penghuni liponsos keputih ini. Namanya adalah Novi. Dia adalah seorang ibu muda yang berasal dari desa kecil di Lamongan. Mbak Novi ini baru empat hari tinggal di Liponsos. Dia dibawa ke liponsos saat dia dan suaminya beristirahat melepas lelah di pinggir jalan. Lalu mereka berdua dibawa paksa ikut oleh petugas satpol PP. Alasan mbak Novi dan suaminya datang ke Surabaya sangat klasik, mereka berdua tergiur akan godaan kota besar yang menurut mereka menjanjikan peluang pekerjaan yang besar. Mereka berharap adanya lapangan pekerjaan yang layak sehingga dapat memperbaiki ekonomi keluarganya di desa. Mereka rela melepas pekerjaan sebagai buruh tani dan nekat mempertaruhkan nasib di Surabaya. Sayang, hal yang mereka harapkan tidak semudah itu, mereka kehabisan uang dan pekerjaanpun belum didapatkan. Dan akhirnya suka dan tidak suka mereka harus terlantar di pinggir jalan.

Setelah dibawa ke liponsos, pasangan suami istri ini tinggal terpisah dan tak pernah lagi bertemu. Barak perempuan dan barak laki-laki memang sengaja dipisahkan disini. Dari raut wajahnya saya mendapati kesedihan yang mendalam pada dirinya. Apalagi saat mbak Novi ini menceritakan penyesalannya telah meninggalkan anak tunggalnya yang masih kecil di desa. Mbak Novi sangat menyesal karena impiannya untuk memperbaiki ekonomi keluarga demi membahagiakan anak tunggalnya itu terhenti. Mbak Novi pun tidak tahu akan sampai kapan berada di Liponsos ini, saat saya memintanya untuk bertanya kepada petugas tentang nasibnya yang tidak jelas akan dibawa kemana dia menjawab terselip rasa keraguan dan ketakutan saat ingin bertanya karena tidak semua petugas di Liponsos ini memperlakukan mereka dengan baik. Saya sedih mendengarkankan cerita ini, dimana orang-orang kecil ini sangat tak berdaya hanya untuk sekedar bertanya nasib mereka yang entah mau dibawa kemana.

Sebagai seseorang yang menyandang status mahasiswa yang harus dapat berbuat lebih kepada orang lain dan mempunyai kemampuan lebih dari mbak Novi, hati saya sangat tergerak untuk membantunya. Rasanya tak sampai hati untuk hanya diam mendengarkan jeritan hati mbak Novi, sedangkan saya mempunyai kemampuan untuk berbuat lebih. Mungkin memang kedatangan saya dan teman - teman mahasiswa ke sana bisa sedikit menghibur hati para penghuni Liponsos Keputih tersebut, namun jujur dalam hati saya, saya ingin melakukan hal yang lebih dari pada itu. Apalagi untuk masalah klise seperti mbak Novi. Apabila Dinas Sosial hanya terus menampung orang-orang terlantar tersebut tanpa melakukan solusi secara cepat untuk mengembalikannya lagi masyarakat, mungkin Liponsos Keputih tersebut akan penuh berdesak-desakkan. Saya hanya berharap pemerintah kota dapat memberi perhatian lebih pada masalah - masalah seperti ini.


0 comments:

Post a Comment

 

Blog Template by BloggerCandy.com