"Ibu mencintai kita seolah tak ada hari esok, sementara kita terus
berjanji akan membahagiakannya besok atau nanti, jika sudah selesai
dengan diri kita sendiri. Mungkin kita berjanji—diucapkan atau sekadar
pada diri sendiri—akan membelikannya rumah megah, mobil mewah, atau
memberangkatkannya naik haji. Tapi kapankah akan terjadi? Entahlah,
tidak ada yang tahu. Sementara ibu kita terus menyayangi dan mencintai
kita dengan luar biasa, meski dengan cara-cara sederhana. Mendoakan
kita, mencium atau tersenyum. Kita? Entahlah. Barangkali takdir kedua
kita sebagai anak adalah (mengaku) mencintai ibu kita, dengan
pembuktian-pembuktian yang selalu tertunda."
0 comments:
Post a Comment